Friday, June 10, 2011

Cara pembelian listrik di beberapa Anjungan Tunai Mandiri (ATM)


bagi pengguna listrik pra bayar mungkin agak kesulitan mencari penjual voucher listrik pra bayar, disini saya berusaha menampiklan tata cara beli voucher pra bayar via ATM.


ATM Mandiri

1. Pilih Pembayaran/Pembelian
2. Pilih Multi Payment
3. Ketik “30300”
4. Masukkan No Meter (11 nomor)
5. Masukkan Nominal Pembelian
6. Ketik “1”

Struk akan tercetak

ATM  BCA

1. Pilih Transaksi Lainnya
2. Pilih Voucher isi Ulang
3. Pilih Lainnya
4. Pilih PLN Prepaid
5. Masukkan nomor Meter (11 nomor)
6. Pilih Nominal Voucher
7. Tekan Benar / Salah

Struk akan tercetak

ATM BNI

1. Pilih Pembayaran
2. PLN
3. PLN PRABAYAR
4. Pembelian Token
5. Masukan No meter (11 nomor, tambahkan “0” di depan no meter)
6. Pilih jenis “0”
7. Pilih Nominal Pembelian

Struk akan tercetak

ATM Bukopin

1. Pilih ISI ULANG PULSA DAN LISTRIK
2. Pilih LISTRIK / PLN
3. Masukan Nomor Meter (11 nomor)
4. Pilih Nominal Pembelian

Struk akan tercetak

ATM NISP

1. Pilih MENU LAINNYA
2. Pilih PULSA ISI ULANG DAN PLN
3. Pilih PLN PRABAYAR
4. Masukan Nomor Meter (11 nomor)
5. Pilih Nominal Pembelian

Struk akan tercetak

ATM BRI

1. Pilih Transaksi Lainnya
2. Pilih Pembayaran
3. Pilih PLN
4. Pilih Prabayar
5. Masukkan Nomor Meter (11 nomor)
6. Tekan Benar/Salah
7. Pilih Nominal Token / Voucher
8. Tekan Benar / Salah

Struk akan tercetak



salam hangat n semoga memberikan manfaat...

Wednesday, June 8, 2011

Kerendahan Hati Sang Kepala Negara

Beberapa kali Abdurrahman bin Auf menyaksikan Umar shalat sunah di rumahnya. Yang menarik perhatiannya, bukanlah tata cara shalatnya, melainkan sajadah yang biasa digunakan Umar. Seorang kepala kegara dengan wilayah kekuasaan yang membentang luas sampai Mesir, berhasil mengalahkan dua imperium besar, Romawi Timur dan Persia, justru shalat di atas sajadah yang usang. Timbul rasa bersalah dalam hati Abdurrahman. Ia ingin membelikan sajadah baru yang mahal dan indah untuk sang Amirul Mukminin.

Tetapi, Abdurrahman ragu, apakah Umar mau menerimanya. Dia tahu persis watak Umar yang tidak mau diberi hadiah apa pun walau hanya selembar sajadah.

Abdurrahman akhirnya memberikan sebuah sajadah melalui istri Umar, Ummu Abdillah. Melihat sajadah baru, Umar memanggil istrinya dan menanyakan siapa yang memberi sajadah ini. "Abdurrahman bin Auf," jawab istrinya. "Kembalikan sajadah ini kepada Abdurrahman. Saya sudah cukup puas dengan sajadah yang saya miliki." Begitulah watak Umar bin Khattab. Tidak hanya adil dan bijaksana, beliau dikenal dengan sifat zuhudnya, hidup sederhana. Tidak hanya untuk ukuran seorang kepala negara, bahkan bagi orang biasa sekalipun.

Suatu hari, Umar melakukan perjalanan dinas mengunjungi satu provinsi yang berada di bawah kekuasaannya. Gubernur menjamu Umar makan malam dengan jamuan yang istimewa, sebagaimana lazimnya perjamuan untuk kepala negara. Begitu duduk di depan meja hidangan, Umar kemudian bertanya kepada sang gubernur, "Apakah hidangan ini adalah makanan yang biasa dinikmati oleh seluruh rakyatmu?"

Dengan gugup, sang gubernur menjawab, "Tentu tidak, wahai Amirul Mukmini. Ini adalah hidangan istimewa untuk menghormati baginda." Umar lantas berdiri dan bersuara keras, "Demi Allah, saya ingin menjadi orang terakhir yang menikmatinya. Setelah seluruh rakyat dapat menikmati hidangan seperti ini, baru saya akan memakannya." Itulah sifat Umar bin Khattab, seorang kepala negara yang zuhud.

Di lain kesempatan, sehabis shalat Zhuhur, Umar meminta selembar permadani Persia yang indah untuk dibawa pulang ke rumahnya. Tentu saja, hal ini membuat para sahabat heran. Hari itu, Umar bin Khattab membagi harta rampasan perang yang dibawa oleh pasukan Sa'ad bin Abi Waqqash yang berhasil menaklukkan Kota Madain, ibu kota imperium Persia.

Pakaian kebesaran Kisra lengkap dengan mahkotanya diberikan oleh Umar kepada seorang Badui yang kemudian memakainya dengan gembira. Satu demi satu barang-barang berharga dibagi-bagikan oleh Umar kepada para sahabat dan masyarakat banyak waktu itu. Yang tersisa hanya selembar permadani indah. Umar pun memintanya. "Bagaimana pendapat kalian, jika permadani ini aku bawa pulang ke rumahku?" Gembira bercampur kaget, para sahabat tergopoh-gopoh menyetujuinya. "Tentu saja wahai Amirul Mukminin, kami setuju sekali Anda membawanya pulang."

Ketika tiba waktu Ashar, Umar membawa kembali permadani tersebut. Kali ini, permadani itu sudah dipotong-potong menjadi bagian kecil-kecil, dan Umar membagikan kepada beberapa sahabatnya. Dengan senyum, Umar berkata, "Hampir saja saya tergoda oleh permadani indah ini." Masya Allah, begitulah Umar, sang kepala negara. (Prof Dr Yunahar Ilyas)


source: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/