Tuesday, March 31, 2015

Pengetahuan Dasar Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PENGETAHUAN MEKANISME PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.

2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (hutang pajak).

3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan , yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.

4. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU No. 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.

5. Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Contoh 1:
Pada bulan Juli 2010, PT ABADI melakukan penyerahan BKP sebesar Rp 100 Milyar, PPN yang dipungut sebesar 10% atau Rp 10 Milyar. Pembelian BKP/JKP yang dilakukan PT ABADI adalah Rp 80 Milyar, sehingga PPN yang dibayar atas pembelian BKP/JKP tersebut sebesar 10 % dari 80 Milyar atau Rp 8 Milyar.

Penghitungan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PT ABADI untuk Masa Pajak Juli 2010 adalah:
Pajak Keluaran (PK) Rp 10 Milyar
Pajak Masukan (PM) Rp 8 Milyar
PPN Kurang bayar (PK-PM) Rp 2 Milyar

Jumlah PPN kurang bayar sebesar Rp 2 Milyar tersebut harus disetorkan ke kas negara melalui Bank Persepsi paling lama akhir bulan Agustus 2010 dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Juli 2010 disampaikan. Dan penghitungan tersebut dituangkan dalam SPT Masa PPN Masa Juli 2010 yang harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. ABADI terdaftar paling lambat tanggal 31 Agustus 2010.

Contoh 2:
Pada bulan Agustus 2010, PT ABADI melakukan penyerahan BKP sebesar Rp 120 Milyar, PPN yang dipungut sebesar 10% atau Rp 12 Milyar. Pembelian BKP/JKP yang dilakukan PT ABADI adalah Rp 140 Milyar, sehingga PPN yang dibayar atas pembelian BKP/JKP tersebut sebesar 10 % dari 140 Milyar atau Rp 14 Milyar.

Penghitungan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PT ABADI untuk Masa Pajak Agustus 2010 adalah:

Pajak Keluaran (PK) Rp. 12 Milyar
Pajak Masukan (PM) Rp. 14 Milyar
PPN Lebih bayar (PK-PM) Rp. 2 Milyar

Jumlah PPN lebih bayar sebesar Rp 2 Milyar tersebut dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan ke Masa Pajak September 2010. Penghitungan tersebut dituangkan dalam SPT Masa PPN Masa Agustus 2010 yang harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. ABADI terdaftar paling lambat tanggal 30 September 2010.







Monday, March 30, 2015

Pengenaan PPh atas Hadian dan Penghargaan - PER 11/PJ/2015

pasal 1, dalam aturan ini, yang dimaksud dengan:
1. hadian undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian
2. hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan
3. hadiah sehubungan dengan kegiatan adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah
4. penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu

pasal 2, penghasilan berupa hadiah dari undian, perlombaan serta kegiatan dan penghargaan merupakan objek PPh

pasal 3,
(1) atas hadiah undian dipotong PPh Pasal 4 (2) UU No 7 1983 ttg PPh stbkdt UU 36  2008 sebesar 25% dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final oleh penyelenggara undian.
(2) atas hadiah atau penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan kegiatan dan penghargaan dikenakan PPh dg ketentuan sbb:
a. dalam hal penerima penghasilan adalah OP WP DN, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar tarif pasal 17 UU No 7 1983 ttg PPh stbkdt UU 36  2008 dari jumlah penghasilan bruto;
b. dalam hal penerima penghasilan adalah WP LN selain BUT dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 UU No 7 1983 ttg PPh stbkdt UU 36  2008 sebesar 20% dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan P3B yang berlaku;
c. dalam hal penerima penghasilan adalah WP Badan termasuk BUT, dikenakan PPh Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU No 7 1983 ttg PPh stbkdt UU 36  2008 sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto.

Pasal 4,
(1) pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 tdk berlaku untuk hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tsb diterima lgs oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
(2) hadiah sebagaimana dimaksud pada aya (1) merupakan objek PPh yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan WP yang bersangkutan

Pasal 5,
 pada saat peraturan ini mulai berlaku, 1 Mei 2015, keputusan Direktur JP nomor KEP-395/PJ./2001 ttg pengenaan PPh atas Hadiah dan penghargaan dinyatakan tidak berlaku

Penetapan Tempat Tinggal OP dan Badan PER 12 2015

DJP berwenang menetapkan tempat tinggal OP dan Badan menurut keadaan sebenarnya
1. Tempat tinggal OP menurut keadaan sebenarnya adalah:
a. rumah tetap OP beserta keluarganya bertempat tinggal;
b. rumah tetap OP tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan, dalam hal OP mempunyai rumah tetap sebagaimana dalam huruf a di 2 (dua) tempat atau lebih wilayah kerja KPP
c. tempat OP lebih lama tinggal, dalam hal rumah tetap tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak dapat ditentukan
d. tempat yang ditetapkan oleh DJP, dalam hal keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak dapat ditentukan.

2. penetapan tempat sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilaksanakan oleh:
a. kepala kanwil JP atas nama DJP dalam hal tempat tinggal OP berada dalam 2 (dua)  atau lebih wilayah kerja KPP dalam satu wilayah kerja kanwil DJP;
b. Direktur JP, dalam hal tempat OP berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja kanwil DJP

Tempat Kedudukan Badan
1. Tempat kedudukan Badan menurut keadaan sebenarnya adalah:
a. tempat kantor pimpinan, pusat administrasi dan keuangan, dan tempat menjalankan kegiatan usaha berada sebagaimana tercantum dalam akta pendirian atau dokumen pendirian dan prubahan, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi BUT atau dokumen izin usaha dan/atau kegiatan, atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau perjanjian kerjasama bagi bentuk kerjasama operasi (joint operation);
b. tempat kantor pimpinan berada, dalam hal tempat kantor pimpinan terpisah dari tempat pusat administrasi dan keuangan dan tempat menjalankan kegiatan usaha;
c. tempat menjalankan kegiatan usaha, bagi WP Badan yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Direktur JP;
d. tempat yang ditetapkan oleh Direktur JP dalam hal:
1) tempat kantor pimpinan, pusat administrasi dan keuangan dan tempat menjalankan kegiatan usaha yang kenyataannya berbeda dengan yang tercantum dalam akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan, atau surat ket. penunjukan dari kantor pusat bagi BUT atau dokumen usaha atau perjanjian kerjasama bagi Joint operation; atau
2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c berada di beberapa tempat.

2. penetapan tempat sebagaimana dimaksud pada huruf d diatas dilaksanakan oleh:
a. kepala kanwil DJP atas nama Direktur JP, dalam hal tempat kedudukan badan berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP dlm satu wilayah kerja kanwil DJP
b. Direktur JP dalam hal tempat kedudukan badan berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja kanwil DJP

pada saat peraturan ini mulai berlaku 10 maret 2015 maka Keputusan Direktur JP nomor KEP-701/PJ/2001 dinyatakan tidak berlaku.